Selasa, 14 Juni 2011

PENGARUH ISLAM TERHADAP ASPEK KESUSASTRAAN PADA ZAMAN JAHILIYAH


PENGARUH ISLAM TERHADAP ASPEK KESUSASTRAAN PADA ZAMAN JAHILIYAH


Sastra adalah suatu hasil karya cipta manusia yang dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila didalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya.Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum dihati pembacanya.
            Kajian tentang sastra adalah suatu kajian yang pelik dan rumit,terasa lebih sulit jika yang dikaji tersebut adalah kesusastraan asing, dalam hal ini penulis mengambil suatu misal yakni kesusastraan Arab jahiliyah yang dibagi beberapa bahagian;
a.    Sastra Arab pra-Islam (Satra jahiliyah)
b.    Karya sastra dan penyair yang terkenal
c.    Pengaruh Islam terhadap aspek kesusastraan

A.   Sastra Arab pra-Islam(Sastra jahiliyah)
Kehidupan masyarakat Arab pra-Islam biasa dilihat dalam karya sastra yang merupakan produk zaman itu, karena sastra Arab pra-Islam (Sastra jahiliyah) adalah cerminan langsung bagi keseluruhan kehidupan bangsa Arab pra-Islam tersebut, dari hal-hal yang pribadi sampai persoalan masyarakat umum. Dalam sastra Arab ini tergambar jelas kehidupan masyarakat,budaya dan peradaban, baik yang masih murni maupun yang telah dipengaruhi bangsa asing seperti Persia,Yunani,India atau Romawi.[1]
Sebenarnya satra arab jahiliyah berakar jauh sekali, bahkan pada masa ribuan tahun sebelum Islam muncul.Tetapi dalam catatan sejarah sastra Arab, Sasta Arab jahiliyah dikenali sejak kira-kira satu abad menjalang Islam lahir sampai tahun pertam  Hijriyah, atau dalam kata-kata hanna al-fakhuri, kritis dan sastrawati libanon, sastra jahiliyah baru mulai (dianggap) ada pada akhir abad ke-5 dan mencapai puncaknya pada pertama abad ke-6.
Sastra tulis Arab pra-Islam telah merentang dari abad ke abad dan dari benua ke benua. Meskipun sastra Arab telah muncul pada zaman jahiliyah (Priode pra-Islam), Islam memberikan pengaruh yang mendalam terhadap perkembangannya. Al-Qur’an sendiri merupakan sebuah tour de forse sastra, dan sampai sekarang teks-teks Islam yang menjadi bagian dari turats (tradisi tekstual dunia Arab Islam).[2]
Pada umumnya sastra Arab jahiliyah mendiskripsikan keberadaan kemah (karena kehidupan para pujangga yang berpindah-pindah dari satu kemah kekemah lainnya), hewan sebagai kendaraan tunggangan, kehidupan mewah para bangsawan agar dengan begitu para pujangga dapat imbalan materi dan pujian tertenyu. Hal lain yang menjadi tujuan atau kecendrungan sastra Arab jahiliyah adalah ritsa’ (Ratapan). Ode (pujian). Dalam sastra tersebut senantiasa diselipi dangan nasihat atau filsapat hidup tertentu. Akan tetapi tidak banyak yang dapat diketahui tentang perkembangan sastra Arab pada masa ini. Hal ini disebabkan tidak banyaknya ditemukan data tertulius yang diungkapkan hal ini secara lebih terperinci. Perkembangan satra Arab hanya dapat diketahui sedikit melalui ungkapan-ungkapan Al-Qur’an dan Hadits serta buku-buku tertulis yang ditemukan masa sesudahnya.[3]

B.   Seni sastra dan penyair Arab yang terkenal
Tradisi sastra Arab yang telah ada sejak jauh kedatangan Islam adalah syair dan pidayo. Tradisi lisan dan meskinya budaya tulis menulis bangsa Arab wakyu itu menjadi alasan mengapa seni pidato (Sebagai salah satu cara ungkap sastra mereka) berkembang dengan baik. Selama priode awal Islam, yaitu priode Rasulullah, tidak banyak berkembang yang berarti dalam sastra. Meskipun demikian, corak muatan sastranya mengalami perubahan, karena Al-Qur’an dan nilai-nilai Islam kemudian menjadi sumber imajinasi (daya cipta) sastra masa ini.
Seni suara, seni musik daan seni tari pada priode awal Islam tampaknya memperlihatkan perkembangan yang berarti. Seperti halnya dalam sastra, ketiga jenis ini masih merupakan kelanjutan dari masa sebelum Islam. Alat-alat musik yang dipakai,seperti disebut dalam Hadits,adalah Seruling,Gendang,ghubaira (jenis seruling),penyanyi-penyanyi, laki-laki dan perempuan biasanya mendengarkan syair untuk perkawinan atau untuk menyambut prajurit pulang perang.[4]
Karya sastra priode ini memiliki  empat ciri khusus:
1.    Pengunaan kata-kata lebih ditekankan pada masa asalnya
2.    Kosakata yang digunakan banyak memiliki sinonim
3.    Penggunaan kata-kata serapan dari luar bahasa Arab sangat kurang
4.    Gaya bahasa dan kalimat-kalimat yang diucapkan sesuai dangan tuntunan gaya bahasa,yaitu singkat,padat,dan tidak dibuat-buat
Karya sastra dalam bentuk syair yang paling terkenal pada masa ini adalah al-muallaqat (Kumpulan syair yang berhasil memenangkan perlombaan di suq Ukaz, yang ditulis dengan tinta emas dan kemudian digantungkan ke ka’bah). Al-muallaqat merupakan karya sastra jahiliyah yang paling menarik dan saksi yang paling benar dan menggambarkan keadaan lingkungan masyarakat jahiliyah dalam berbagai aspek.
Karya sastra berupa prosa pada masa jahiliyah tidak berkembang seperti syair. Prosa pada masa ini hanya berupa catatan pidato,kata-kata hikmah dan cerita-cetita kehidupan bangsa Arab pada masa lampau yang berkembang dikalangan mereka.[5] Dalam sastra jahiliyah,ada perbedaan antara syair dan prosa. Dibandingkan dengan jenis sastra puisi, Sastra prosa jahiliyah tercatat dalam sejarah sastralebih belakangan. Hal ini karena sastra prosa lebih membutuhkan kepandaian penulis pentadwinan,sementara keterampilan menulis baru dikuasai oleh orang Arab pada masa-masa belakangan setelah lahir. Ini tidak terjadi pada syair atau puisi yang telah “dicatat” dalam ingatan para ruwat,pencerita,atau “Pencatat benak”, tanpa harus mencatatnya dalam pengertian yang sebenarnya. Disamping itu,syair merupakan bahasa wujden,emnosi, dan imajinasi yang sifatnya lebih frofesional,sedangkan prosa lebih merupakan bahasa intelek. Juga, prosa lebih cendrung ke hal-hal yang bersifat kolektif. Denan kata lain,sastra puisi lebih berdimensi psikoligis, sementara sastar prosa lebih sosiologis.
Sejarah sastra Arab mencatat sepuluh penyair Muallaqat. Seperti ditulis oleh Hanna al-fakhuri. Mereka itu adalahh;
1.    Umru al-qois bin al-Harits al-kindi (500-540)
2.    Zuhair bin Abi sulma al-muzani (530-627)
3.    Al-nabiqah az-zubiani (w.sekitar 604)
4.    Al-asya al-qaisi (530-629)
5.    Labid bin Rabiah al-amiri (560-561)
6.    Amar bin Kulsum al-taqlabi (w.584)
7.    Tarafah bin Abdul Bakri (543-569)
8.    Antarah bin Syaddah al-absi (525-615)
9.    Al-Harits bin Hillizah al-bakri (w. sekitar 580)
10. Ubaid bin al-abras al-asadi (w. sekitar 554)
Diantara sepuluh penyair Muallaqat, Umru al-qais adalah penyair paling terkenal dan dikenang oleh masyarakat Arab jahiliyah.[6]

C.   Penaruh Islam terhadap aspek kesusastraan
Bangsa Arab talah mendapatkan sastara bernilai tinggi dalam Al-Qur’an dan mereka juga telah mendapatkan susunan kalimat yang indah didalam sebagai sesuatu yang membuat mereka sangat kagum sehingga mereka terdorong untuk menirunya. Kekaguman mereka dangan Al-Qur’an ini sampai membuat sebagian diantara mereka tidak mau bersyair. Hal ini seperti yang terjadi pada labid bin Rabiah, salah seorang pujangga (Penyair) dari para ashhab al-muallaqat. Dia telah
datang menemui Rasulullah bersama rombongan kaumnya untuk menyatakan diri masuk Islam. Dia begitu baik menjalani kehidupan sebagai seorang muslim. Sesudah masuk Islam ia hanya membatasi diri dengan membaca Al-Qur’an, tidak mau lagi bersyair dan membacakan syairnya sebagai bidang yany sangat ia kuasai. Begitu kagumnya ia dengan Al-Qur’an sehingga selama empat puluh tahun sesudah masuk Islam ia tidak mampu membuat puisi kecuali satu bait syair saja:



“Tidaklah orang mereka dan terhormat seperti dirinya mencari sesuatu karena seseorang itu akan menjadi baik berkat temannya yang baik”.[7]

Al-Qur’an dan sunnah kalimatnya menjadi begitu memasyarakat diseluruh kabilah Arab sehingga khutbah (Pidato) dan syair mereka sangat terpengaruh olehnya. Denagn demikian, bahwa Al-Qur’an menjadi bahasa popular dalam percakapan mereka dan imajinasi merekapun sangat terangsang karenanya.
Al-Ustadz kurd ali berkata: Al-Qur’an merupakan setinggi-tinggi kitab (paling tinggi nilai sastranya) bagi bangsa Arab. Kalau bukan karenanya niscaya mereka tidak akan mempunyai kesaatraan dan syariat: kitab yang menjelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalan bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. (Q.S 41:3). Para pujangga Arab sungguh tidak kuasa untuk membuat tandingan sekalipun mereka ditendang untuk membuat tandingan sehingga dari masing-masing tampak mana yang lebih baik. Bahasa yang fashihah dikalangan mereka adalah suatu yang mempunyai kedudukan paling tinggi, sehingga sudah melalui perbedaan panjang akhirnya mereka mengakui: Sesungguhnya Al-Qur’an mempunyai susunan kalimat tersendiri dan berbeda dari susunan kalimat biasa.[8]


Kesimpulan


Sastra Arab pra Islam (Sastra jahiliyah) sebenarnya berakar jauh sekali, bahkan pada masa ribuan tahun sebelum Islam muncuk. Tetapi dalam catatan sejarah sastra Arab, sastra jahiliyah dikenal sejak kira-kira satu abad menjelang Islam lahir .
            Sastra Arab jahiliyah yang paling popular adalah jenis sastra puisi atau syair disamping sedikit amsal (semacam pepatah atau kata-kata mutiara), dan pidato pendek yang disampaikan oleh para pujangga yang disebut sebagai prosa liris. Semua ini dihafal diluar kepala secara turun temurun
            Adapun sastra Arab sangat bernilai tinggi dalam Al-Qur’an dan mereka mendapatkan susunan kalimat yang sangat indah didalam sebagai suatu yang membuat mereka kagum sehingga mereka terdorong utuk menirunya. Hal ini seperti yang terjadi pada labid bin Rabi’ah salah eorang pujangga(penyair) dari para ashhab al-muallaqat.


Daftar Pustaka


Ambary, Hasan Muarif, Suplemen Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van HOeve,1996.
Azizy, Ahmad Qodri Abdillah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar Dan Awal. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,2002.
Esposito, Jonh L, Ensiklopedi Oxspord Dunia Islam Modern. Bandung: Pt. Mizan Khazanah Ilmu-Ilmu Islam,2000
Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam 1. Jakarta: Kalam Mulia,2001
Yatim, Badri, Sejarah Kebudayaan Islam II. Jakarta: Direktoral Jendral Pembina Kelembagaan Agama Islam,1998


[1]Ahmad Qodri Abdillah Azizy, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar danAwal,
(Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,2002), hlm.25.
[2]Jonh L. Esposito, Ensiklopedi Oxpord Dunia Islam Modern,(Bandung: PT. Mizan Khazanah Ilmu-Ilmu Islam,2002), hlm.153.
[3]Ibid., hlm.26.
[4]Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Islam II,(Jakarta: DIrektoral Jendral Pembina Kelembagaan agama Islam,1998), hlm.127.
[5]Hasan Muarif Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam,(Jakarta:PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,1996), hlm.154
[6]Ahmad Qodri Abdillah. Op.cit., hlm.26.
[7]Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia,2001), hlm.371.
[8]Ibid., hlm.372.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar